“Vera,
kamu kenapa?” tanya Raka kecil.
Pertanyaan Raka tak digubris oleh
Vera. Ia tetap menangis dengan kakinya yang terlipat dipeluk erat dan
membenamkan kepalanya diantara kaki dan tubuhnya.
“Ver!!!!” teriak Raka sembari mendorong-dorong
tubuh gadis kecil itu.
Vera merasa terganggu. Ia
mendongakkan kepalanya dan menyeka air mata yang membanjiri wajahnya. Kini ia
terlihat kumal karena tanah yang ia genggam menyatu dengan air matanya.
“Raka jahat!” ketus Vera.
“Kenapa Vera bilang aku jahat?”
tanya Raka.
“Kamu, kan, tahu kalau aku nggak
punya teman selain kamu. Tapi kamu kok malah main sama yang lain sih? Kamu
ngebiarin aku sendiri,”
Raka ketawa kencang kemudian
mengacak-acak rambut Vera. Ia senang sekali jika gadis kecil itu mencemburuinya.
Melihat wajah Vera yang belepotan, Raka membuka bajunya lalu dilapnya wajah
Vera hingga bersih.
“Raka,” panggil Vera dengan suara
cemprengnya yang khas.
“Apa?”
“Itu hidung kamu berdarah,”
Vera menunjuk aliran darah yang
mengalir di hidung Raka. Vera menyeret Raka untuk pulang ke rumahnya.
Sementara Vera menarik lengan
kanannya, lengannya yang lain menutup hidung dengan baju yang tak sempat
digunakannya kembali.
“Tante!!!!” teriak Vera hingga
membuat seorang wanita paruh baya keluar dari rumahnya dengan tampang khawatir.
“Ada apa, Vera?”
Tanpa menjawab pertanyaan mama
Raka, gadis itu mendorong pelan tubuh Raka untuk diperiksa oleh mamanya.
“Raka, kamu main panas-panasan
lagi, ya?”
“Iya tuh, tante. Dia main bola lama
banget. Aku ditinggal sendirian,” keluh Vera dengan wajah memberengut.
“Dasar Raka nakal! Nanti tante
hukum tapi Rakanya istirahat dulu ya,” kata mama.
Vera mengangguk. Ia melihat Raka
lari ke dalam rumah namun beberapa waktu kemudian ia keluar rumah dengan
menenteng kamera digital dengan ditemani senyum sumringahnya.
“Raka kenapa keluar lagi? Mau main
lagi?” tanya Vera dengan kepalan tangan yang menggantung didepan wajah Raka.
“Mah, foto kita dulu dong mah.
Mumpung lagi sama-sama belepotan,” pinta Raka.
Mama menggeleng-gelengkan kepalanya.
Beliau meraih kamera yang diulurkan lalu mencetak satu gambar dengan kamera
tersebut. Foto yang dihasilkan menunjukkan kebahagiaan dua anak kecil. Yang
satu dipenuhi lumpur diwajahnya, sedangkan anak laki-laki yang berada di foto
itu belepotan dengan darah.
***
Tangis
Vera kembali mengalir ketika ia memutar ulang memori indah dirinya dengan Raka.
Ia berusaha sekuat tenaga menahan suara tangisannya. Ia takut tante Malika
mengkhawatirkannya.
Bingkai
foto yang menunjukkan gambar dua anak kecil lugu yang begitu belepotan tak
bosan-bosan ditatap olehnya selama beberapa jam. Vera duduk diatas kasur yang
luasnya hanya mampu menampung satu tubuh orang dewasa. Ia mencoba tenang dan
mengatur napasnya.
Diluar
sana, hujan turun sangat kencang. Ia rindu ketika bermain hujan bersama Raka. Setelah
kepergian Raka beberapa bulan lalu, hujan seakan tak mau berhenti. Guyuran air
itu seperti ingin selalu menemani kesedihan Vera.
“Ver…”
panggil seseorang dari balik pintu.
“Iya,
tan?”
Seorang
wanita dengan umur sekitar lima puluh tahun datang menghampiri Vera kemudian
duduk diatas kasur kecil milik Raka.
“Kamu
masih sedih, ya, Ver?” tanya tante Malika, beliau membelai puncak kepala Vera.
Vera
menyenderkan kepalanya dibahu tante Malika. “Vera sudah nggak sedih tante. Vera
cuma lagi kangen banget sama Raka,”
Bola
mata wanita tua itu mengelilingi kamar Raka. Ia menghirup udara
sebanyak-banyaknya hingga memenuhi paru-parunya, wangi tubuh Raka masih tercium.
“Kamu
tahu nggak Raka pernah bilang apa ke tante?”
“Gak
tahu. Memangnya apa, tante?”
“Raka
itu gak suka kalau dikangenin. Dia bilang kalau tante kangenin dia berarti
tante nggak anggap dia ada disamping tante,”
“Gimana,
sih, tan? Vera nggak paham,”
“Kamu
merasa Raka ada disamping kamu gak?”
Vera
mengangguk.
“Kamu
merasa Raka selalu bersama kamu gak?”
Vera
kembali mengangguk.
“Terus
kenapa kamu kangenin Raka? Kan dia lagi bersama kamu sekarang,”
Vera
mengerti maksud tante Malika. Air matanya mulai berhenti. Lama-lama ia
tenggelam dalam kebahagiaan semunya. Vera tidak menyadari bahwa dirinya telah tertidur
pulas dipangkuan tante Malika.