Mima menghentak ke balik
dinding, sedikit-sedikit mengintip ke ruangan aula. Disudut lain, Doni
celingukan kesana-kemari mencari si pemilik air minum yang meninggalkan air
minum di dekat tasnya. Mima terkekeh geli melihat wajah Doni yang kebingungan.
Ternyata Mima diam-diam memberi air minum tadi dengan meletakkannya di dekat
barang-barang karate milik Doni.
“Hey! Lo lagi ngapain sih
disini? Ayo cepet kita gladiresik!”
Mima yang tadi dikagetkan,
dengan refleks berteriak kecil. Matanya nanar melihat kawannya tertawa geli.
“Ah, lo ngagetin aja! Piramidnya
udah pada yakin kuat kan?”
“Udah.. ngomong-ngomong, lo
ngapain sih? Apet banget kayanya sama tembok ini.”
“Gue suka sama cowok yang itu
tuh,” kata Mima sambil menunjuk Doni dengan jari telunjuknya.
“Emang siapa namanya? Lo kenal
dia dari mana?”
“Namanya setahu gue, Doni. Gue
nggak kenal. Baru kenal pas olimpiade olahraga sekarang ini aja,” tukas Mima.
“Ya udah nanti kita ke sini lagi
deh, tapi habis kita show ya! I swear, deh.”
***
Hati Doni kembang-kempis. Ia
gugup dan takut saat melihat Mima berada di paling puncak pondasi dari
anggota-anggota cheerleader tersebut. Walau sebenarnya, Doni takjub dengan
penampilan cheerleader Mima. Semua strukturnya benar-benar di atur secara
matang.
“Lo daritadi serius banget. Lo
merhatiin siapa sih, Don?”
“Oh, gue naksir sama cewe itu
tuh.” Tangannya menunjuk keberadaan Mima.
“Dia siapa dan anak mana, ya?”
kata Doni lagi.
Mima kecewa saat melihat Doni
beranjak dari kursi penonton dan tidak melihat penampilannya secara utuh. Ia
menempis keringatnya. Sedikit kaget karena air minum tiba-tiba tersedia di tumpukkan pom-pomnya.