Rabu, 27 Mei 2015

Cerita Rindu Cerita Candu



                Entah kenapa hampir tiap malam dia seakan menyuruhku untuk tetap terjaga, bahkan untuk semenit pun dengan kejamnya ia tak membiarkanku beristirahat. Aku terengah-engah karena dipaksanya terus memainkan memoriku, kenangan yang pernah terekam saat bersamanya.
                Rindu menyelinap setiap detik, tapi tak satu Ceitapun upaya yang bisa kulakukan. Hanya duduk memangku dagu dan berdoa dengan lantang kepada Tuhan, mengharapkan ia pun turut rindu.
“Tuhan, aku harus bagaimana disaat aku benar-benar sekarat menginginkan kehadirannya,”
                Beribu kalimat yang sulit untuk kutumpahkan, perasaan kesal bahkan rasa seduku yang bahkan kupikir orang lain pun takkan bisa untuk mengejanya, ternyata hanya dibungkus sempurna dengan sebuah kata sederhana, yaitu rindu.
                Dia. Dengan sengaja Tuhan memberikannya padaku sebagai penawar racun. Menjadi obat terajaib ketika tak ada satu pun manusia yang mampu menyembuhkannya. Tapi logikaku semakin tak selaras, saat ia malah menjadi candu bagiku. Aku terlalu berlebihan mengkonsumsi kehadirannya.
                Saat ini, jarak sedang membantuku untuk menghilangkan candu itu. Bukannya membaik, aku malah merasa napasku tak berjalan sebaik biasanya. Tanganku terlipat, kepalaku menengadah.
“Tuhan, tolong……. Ini bukan candu. Aku butuh kehadirannya sekarang juga, dia masih tetap obat terajaibku. Aku sakit, aku butuh obatku,”


Disudut ruang dengan rasa rindu teramat sangat,
Kamis, 28 Mei 2015 pukul 02.34
Beryl Kathryn.