Rabu, 09 Januari 2013

*bitch* i love stupid boy!



            Lihat! Kini kau kembali hadir disaat persis aku menuai rindu, kau memang selalu datang. Sekarang kau mulai lagi mengisi ruang kelamku. Kau datang memang, tapi tanpa tawa selalu luka. Apalagi yang akan kau keluhkan tentang wanita bodoh itu? Lagi-lagi kau gagal mendapat cinta hah? Wanita mana lagi yang merusak sendi-sendi jiwamu? Bodoh! Sudah berapa kali aku memberitahukan bahwa mereka semua tak ada yang pantas untukmu tapi aku yang pantas. Aku akui memang aku tak beritahukan rasa ini, bahkan tingkahku pun tak menunjkkannya. Tapi apa kamu tak mengerti sorot pandangku padamu? Kenapa kamu tak mencoba mencari tahu? Sudah ku bilang kalau kau memang bodoh! Haruskah aku yang mengutarakannya dahulu? Sial! Kenapa aku harus mencintai orang bodoh sepertimu, sayang? Menatap sorot pandang pun kamu tak mampu!
Kau terluka, tapi kenapa kamu berusaha memberikan gelakan tawa itu padaku? Jangan pura-pura kuat! Aku sudah mengenal kerapuhanmu itu, cukup aku saja yang berpura-pura kuat atas segala kehancuran yang kau ombang-ambingkan dibalik kerapuhan ini! Menangis saja kalau memang itu mengurangi nyerimu. Tak usah malu menangis dihadapanku. Tangisan itu manusiawi kok.
Jika kamu sudah siap menantang takdir kembali, silahkan pergi dengan lebih matang. Carilah seseorang yang lebih dari yang sebelumnya. Tapi toh kamu akan kembali lagi kesini tapi tanpa luka namun dengan tawa karena kesadaranmu yang pasti akan mengerti bahwa memang hanya akulah yang menjadi tempat pemberhentianmu atas semua kejanggalan cinta yang kau ciptakan sendiri! Dengan rasa senang hati aku masih menunggu dari awal cerita hingga akhir tanpa sedikitpun membelokkan pikiranku untuk berpaling.
“lebih dari dua tahun yang lalu tanpa sedikit pun mendapatkan respon pada si gadis yang penuh tatap….”