Rabu, 25 Juni 2014

SEHARUSNYA DARI DULU



            Sayang sekali aku tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat orang yang aku sayang memilih jalannya sendiri. Aku tak berkutik ketika melihat dirinya menggenggam tangan yang seharusnya tak digenggamnya. Aku bisa apa? Aku hanyalah orang asing yang jatuh cinta padanya dan tak memiliki hak untuk melarangnya apa-apa.
            “Selamat,” ucapku.
Yang dihadapanku hanya tersenyum, sedangkan kekasihnya yang tepat berada disampingnya hanya tertunduk. Entah apa yang dimaksudkannya, mungkin karena rasa bersalah atau rasa malu atau mungkin ia terlalu bodoh untuk mengetahui bagaimana caranya menegakkan kepala.
Aku menyeka air mata dan berjalan menjauhi tempat dimana rasa sakitku dimulai. Kesedihanku tidak sebanding dengan rasa geram yang dibuat oleh jalang itu. Aku bahkan merasa menjadi sesosok yang tidak tahu diri ketika banyak orang yang merangkulku tapi aku tetap saja tak mampu berdiri dengan bantuan mereka. Aku hanya tak bisa membuat semangat untuk diriku sendiri.
Seperti orang yang tak waras, aku berlari mencari seseorang yang aku butuhkan sekarang, dengan wajahku yang mirip monster akibat tangisan yang menjadi kumal dan mata yang membengkak. Kenapa ia tak ikut merangkulku seperti sahabatku yang lain?
Dari jauh, fisiknya sudah terlihat oleh pandanganku. Aku semakin mengencangkan lariku, hingga ia tepat didepanku. Aku menepuk pundaknya, ia menengok ke arahku. Melihat wajahnya aku tenang. Aku berlutut, lalu menangis.
“Dafa.........” kataku.
“Nim? Kamu kenapa?”
“Daf, aku butuh kamu.”
Aku menariknya hingga ia ikut berlutut didepanku. Spontan, aku memeluknya dan menumpahkan kesahku dipundaknya.
“Kenapa?” tanyanya.
“Jangan tanya kenapa. Aku tahu kalau kamu tahu, bodoh.”
Dafa mengangkat tubuhku lalu membuatku duduk di bangku panjang, disebelahnya. Tangisanku kali ini lebih kencang dibandingkan saat aku disakiti oleh Virgo.
“Apa semua ini tentang Virgo?”
“Itu kamu tahu. Terus, kenapa kamu tidak ada disampingku untuk sekedar menghibur?”
Pertanyaan itu tak dijawabnya langsung. Ada jeda diantara kami selama beberapa waktu. Aku mendengar desahan napasnya yang berat.
“Aku hanya lelah mendengarkanmu mengeluhkan Virgo terus menerus. Aku lelah mengetahui kamu yang terus disakiti tanpa kamu ingin berpaling darinya. Sementara...” ucapan Dafa terputus.
“Sementara apa?” tanyaku penasaran.
“Sementara kamu tidak mengerti kalau aku ikut sakit hati. Aku menjauh karena tidak ingin ikut-ikutan sakit hati juga. Aku suka bahkan jatuh cinta sama kamu, Nima. Aku menjauh darimu karena hanya ingin tahu, seberapa pentingnya aku dihidupmu.”
“Kalau begitu kamu berhasil,” ujarku.
“Berhasil?”
“Iya, kamu berhasil menyadarkanku betapa kamu begitu berharga. Kurasa, Virgo hanya obsesi belakaku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar