Sayang sekali aku tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat
orang yang aku sayang memilih jalannya sendiri. Aku tak berkutik ketika melihat
dirinya menggenggam tangan yang seharusnya tak digenggamnya. Aku bisa apa? Aku hanyalah
orang asing yang jatuh cinta padanya dan tak memiliki hak untuk melarangnya
apa-apa.
“Selamat,” ucapku.
Yang
dihadapanku hanya tersenyum, sedangkan kekasihnya yang tepat berada disampingnya
hanya tertunduk. Entah apa yang dimaksudkannya, mungkin karena rasa bersalah
atau rasa malu atau mungkin ia terlalu bodoh untuk mengetahui bagaimana caranya
menegakkan kepala.
Aku
menyeka air mata dan berjalan menjauhi tempat dimana rasa sakitku dimulai. Kesedihanku
tidak sebanding dengan rasa geram yang dibuat oleh jalang itu. Aku bahkan merasa
menjadi sesosok yang tidak tahu diri ketika banyak orang yang merangkulku tapi
aku tetap saja tak mampu berdiri dengan bantuan mereka. Aku hanya tak bisa
membuat semangat untuk diriku sendiri.
Seperti
orang yang tak waras, aku berlari mencari seseorang yang aku butuhkan sekarang,
dengan wajahku yang mirip monster akibat tangisan yang menjadi kumal dan mata
yang membengkak. Kenapa ia tak ikut merangkulku seperti sahabatku yang lain?
Dari
jauh, fisiknya sudah terlihat oleh pandanganku. Aku semakin mengencangkan
lariku, hingga ia tepat didepanku. Aku menepuk pundaknya, ia menengok ke
arahku. Melihat wajahnya aku tenang. Aku berlutut, lalu menangis.
“Dafa.........”
kataku.
“Nim?
Kamu kenapa?”
“Daf,
aku butuh kamu.”
Aku
menariknya hingga ia ikut berlutut didepanku. Spontan, aku memeluknya dan
menumpahkan kesahku dipundaknya.
“Kenapa?”
tanyanya.
“Jangan
tanya kenapa. Aku tahu kalau kamu tahu, bodoh.”
Dafa
mengangkat tubuhku lalu membuatku duduk di bangku panjang, disebelahnya. Tangisanku
kali ini lebih kencang dibandingkan saat aku disakiti oleh Virgo.
“Apa
semua ini tentang Virgo?”
“Itu
kamu tahu. Terus, kenapa kamu tidak ada disampingku untuk sekedar menghibur?”
Pertanyaan
itu tak dijawabnya langsung. Ada jeda diantara kami selama beberapa waktu. Aku mendengar
desahan napasnya yang berat.
“Aku
hanya lelah mendengarkanmu mengeluhkan Virgo terus menerus. Aku lelah
mengetahui kamu yang terus disakiti tanpa kamu ingin berpaling darinya. Sementara...”
ucapan Dafa terputus.
“Sementara
apa?” tanyaku penasaran.
“Sementara
kamu tidak mengerti kalau aku ikut sakit hati. Aku menjauh karena tidak ingin
ikut-ikutan sakit hati juga. Aku suka bahkan jatuh cinta sama kamu, Nima. Aku menjauh
darimu karena hanya ingin tahu, seberapa pentingnya aku dihidupmu.”
“Kalau
begitu kamu berhasil,” ujarku.
“Berhasil?”
“Iya,
kamu berhasil menyadarkanku betapa kamu begitu berharga. Kurasa, Virgo hanya obsesi
belakaku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar