Minggu, 06 Juli 2014

Maaf Aku Tak Berada Disisimu



            Sepasang roda besar menggesek bumi ketika tepat mendarat dalam rute yang seharusnya. Pandu tetap duduk di kursi sebelum pesawat tersebut total berhenti. Kepalanya masih dihinggapi jet lag. Tubuhnya bertubrukan dengan penumpang lain yang buru-buru pergi ke conveyor belt, sama seperti yang lainnya, ia juga mengantre untuk mengambil barang-barangnya dibagasi.

Ia berangkat keluar dari bandara. Matanya celingukan ke seluruh penjuru. Seseorang yang diharapkannya untuk datang tidak terlihat dari pandangannya.

“Pandu!!!” teriak seseorang sambil melambaikan papan yang tertera namanya dengan spidol warna-warni. Pandu menghampirinya.

“Hai, Lika! Key dimana?” tanya Pandu.

Lika mendengus. “Aku yang datang menjemputmu tapi kenapa kau menanyakan orang lain?”

Pandu melepas genggaman tangan Lika dan pergi berkeliling tanpa menghiraukan panggilan Lika. Ia heran kenapa Key tak menunggunya di airport seperti yang dilakukan Lika.

“Kenapa kau mengabaikanku? Aku yang menunggu tiga tahun ini. Dan apa balasanmu? Kau malah mengacuhkanku!” sentak Lika ketika ia telah menyamai langkahnya dengan Pandu.

“Kau dapat melihat buktinya, Key sama sekali tak datang! Ia tak merindukanmu!” lanjut Lika.

Pandu merasa jengah menghadapinya. “Cukup! Apa kau tahu sesuatu tentang Key?”

“Semenjak kau pergi, aku sama sekali tak mendapat kabar tentangnya,” jawab Lika.
***
Pandu tetap tak menemukan kabar tentang Key setelah berhari-hari ia mencari tahu ke seluruh orang yang berhubungan dengan Key. Ia menyandarkan tubuhnya ke sebuah kursi yang berada diterasnya. Kemana lagi ia harus pergi mencari Key? Bahkan rumah Key sudah tak berpenghuni.

Tiba-tiba pikirannya melayang, ia bingung karena Lika yang sudah tak mengganggunya hari ini. Padahal dari kemarin gadis itu selalu mengganggu kehidupannya. Lika terus menerus mencari perhatian pada Pandu. Ia menepuk jidatnya. Kenapa Lika harus menyatakan cinta padanya dan menambah rumit hidupnya? Ia merasa bersalah karena tak bisa membalas perasaan Lika, hatinya masih tertambat pada Key.

Ia baru saja beberapa hari di Indonesia setelah tiga tahun ke belakang ia kuliah di Belanda. Tapi hari liburnya malah tersita untuk mencari Key. Ia merasa sepi karena Lika tak memekakan telinganya lagi. Ia merasa butuh seseorang untuk membantunya mencari Key. Tapi kemarin ia tak sengaja membentak Lika karena rasa jengahnya sudah mencapai puncak. Ia membuat Lika menangis. Ia merasa bersalah.

Baru saja ia menutup matanya ketika seseorang meneriaki namanya. “Pandu!!!”

Ia menoleh dan melihat Lika menghampirinya. Ia mendesah.

“Kau harus ikut aku,” seru Lika kemudian menarik lengan Pandu.

Mereka tiba di sebuah pemakaman umum. Pandu hanya mengikuti Lika dari belakang hingga sampai ke sebuah makam yang bertuliskan nama ‘Key Pangestu’. Pandu kaget melihat apa yang ada dihadapannya. Ia tak mampu mengucapkan apapun.

“Aku mencari tahu keberadaan Key dengan menanyakannya pada paman Key yang kebetulan adalah teman baik ayahku. Ia bilang kalau Key mengidap kanker otak. Key tak memberitahukanmu karena ia tak mau mengkhawatirkannya, agar kau tetap melanjutkan studimu,” jelas Lika.

“Pantas saja ia begitu rela ketika aku pergi, ternyata ia tak ingin membuatku terbebani karena penyakitnya. Tapi tetap saja aku merasa bersalah karena ia harus meregang nyawa tanpa aku ada disisinya,” Airmata lelaki itu menitik.

Lika pergi meninggalkan Pandu karena tak ingin mengganggunya lagi. Tapi Pandu menahannya. “Kau mau pergi kemana? Saat ini aku membutuhkanmu,”

Lika terkejut karena Pandu yang tiba-tiba memeluknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar